Wednesday, March 9, 2016

Paradigma Baru Ketatanegaraan Pasca Perubahan UUD 1945


Hamdan Zoelva, S.H., M.H

Pendahuluan
Era reformasi yang dimulai pada tahun 1999, membawa perubahan-perubahan yang mendasar dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan kita sebagaimana nampak pada perubahan yang hampir menyeluruh atas Undang Uundang Dasar 1945.
Perubahan undang-undang dasar ini, sebenarnya terjadi demikian cepat tanpa dimulai oleh sebuah perencanaan panjang. Hal ini terjadi karena didorong oleh tuntutan perubahan-perubahan yang sangat kuat pada awal reformasi antara lain tuntutan atas kehidupan negara dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis, penegakan hukum yang lebih baik, penghormatan atas hak-hak asasi manusia dan berbagai tuntutan perubahan lainnya.
Terhadap berbagai tuntutan tersebut para anggota MPR meresponsnya dengan memulai perubahan terhadap sesuatu yang mendasar yaitu perubahan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa salah satu sumber permasalahan yang menimbulkan problem politik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara selama ini adalah karena kelemahan Undang Undang Dasar 1945 antara lain:

Tuesday, March 8, 2016

Falsafah Kepemimpinan Jawa

 

Oleh Sri Sultan HB X

Masalah kepemimpinan Jawa tampaknya masih sangat relevan untuk dikaji dan diaktualisasikan dalam era global sekarang. Tentunya, dengan beberapa sentuhan yang benar-benar disesuaikan dengan tuntutan, tantangan, dan saat yang tepat untuk penerapannya.
Falsafah Kepemimpinan Jawa sendiri sebenarnya dapat kita telaah dari  ajaran Manunggaling Kawula Gusti, yang mengandung dua substansi, yakni kepemimpinan dan kerakyatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari perwatakan patriotis Sang Amurwabumi (gelar Ken Arok) yang menggambarkan sintese sikap bhairawa-anoraga atau 'perkasa di luar, lembut di dalam'.
Hal ini dimanifestasikan dalam sikap yang selalau menunjuk dan berakar ke bumi, atau bhumi sparsa mudra. Intinya adalah kepemimpinan yang berorientasi kerakyatan yang memiliki komitmen setia pada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik, dan sosial.
Dalam sebuah seminar tentang Kepemimpinan di Milenium III, beberapa waktu lalu, saya pernah memaparkan prinsip-prinsip kepemimpinan Sultan Agung, diungkapkan lewat Serat Sastra Gendhing, yang memuat tujuh amanah.
Butir pertama, Swadana Maharjeng-tursita, seorang pemimpin haruslah sosok intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama, mampu  menjalin komunikasi atas dasar prinsip kemandirian.
Kedua, Bahni -bahna Amurbeng- jurit, selalu berda di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.
Ketiga, Rukti-setya Garba-rukmi, bertekad bulat menghimpun segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.

Pancasila Masa Reformasi



Oleh :  Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA

Karena Orde Baru tidak mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah pemerintahan sebelumnya, akhirnya kekuasaan  otoritarian Orde Baru pada akhir 1990-an runtuh oleh kekuatan masyarakat. Hal itu memberikan peluang bagi bangsa Indonesia untuk membenahi dirinya, terutama bagaimana  belajar lagi dari sejarah agar Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara benar-benar diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu UUD 45 sebagai penjabaran Pancasila dan sekaligus merupakan kontrak sosial di antara sesama warga negara untuk mengatur kehidupan bernegara mengalami perubahan agar sesuai dengan tuntutan dan perubahan zaman. Karena itu pula orde yang oleh sementara kalangan disebut sebagai Orde Reformasi melakukan aneka perubahan mendasar guna membangun tata pemerintahan baru.

Pancasila Masa Orde Baru

 

Oleh : Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA

Babak baru dalam sejarah perjuangan bangsa muncul sejalan dengan berakhirnya pemerintahan Orde Lama. Sebuah kekuatan baru muncul dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyelewengkan Pancasila serta menyalahgunakan UUD 45 untuk kepentingan kekuasaan. Dari embrio inilah dibangun suatu tatanan Pemerintahan yang disebut Ode Baru. Nama itu dipilih untuk menunjukan bahwa orde ini merupakan tatanan hidup berbangsa dan bernegara yang bertujuan mengoreksi pemerintahan masa lalu dengan janji melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen.
Salah satu agenda besar adalah menghilangkan kotak-kotak ideologi politik dalam masyarakat yang menjadi warisan masa lalu dan membangun sistem kekuasaan yang berorientasi kepada kekaryaan. Ideologi kekaryaan ini dikumandangkan untuk membedakan secara lebih jelas dengan pemerintahan sebelumnya yang hanya dianggap bermain pada tataran ideologis, tanpa sesuatu karya yang nyata bagi rakyat banyak.
Untuk itu diperlukan stablitas politik sebagai cara melaksanakan karya-karya yang dianggap secara kongkrit dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya dalam tataran politik misalnya adalah menciptakan sistem politik yang menegarakan semua organisasi sosial dan politik dengan tujuan agar tercapai stabilitas politik. Politik yang stabil dibutuhkan untuk membangun perekonomian yang kacau akibat ketidakstabilan politik masa lalu. Upaya tersebut diawali oleh pemerintah Orde