Ketika itu di sebuah gubuk di lereng bukit bernama Prahara,
berkumpullah sekelompok orang. Tampak diantara mereka memperdebatkan suatu
permasalahan yang belum juga dapat menemukan titik temu dari permasalahan yang
mereka hadapi saat itu.
“Menurut saya lebih baik pecahan itu
kita rangkaikan kembali, sehingga kita dapat mempergunakannya semaksimal
mungkin, yang pada akhirnya akan dapat memberikan manfaat bagi kita semua”.
Seseorang yang sepertinya pimpinan dari
kelompok tersebut dengan semangat menuturkan pendapatnya. Semua yang hadir pada
saat itu menganggukan kepala sambil saling pandang dengan yang lainnya.
“Saya setuju dengan apa yang dikatakan
pimpinan, bahwa sudah semestinya ember pecah tersebut kita rangkai kembali
untuk kepentingan kita ke depan”, respon Ocon terhadap penuturan pimpinan.
Guyon, sang pimpinan tersebut terdiam
sejenak. Keningnya berkerut, menandakan ia sedang berpikir mengenai hal-hal
yang menurutnya penting untuk disampaikan pada kesempatan itu.
“Sudah saatnya kita memikirkan bagaimana
kita menyampaikan hal ini kepada suhu di istana Kerajaan Prahara setelah
selesai membahas persoalan ini”.
Dengan sigap Rodob menyambut baik
rencana Guyon tersebut dengan penuturannya yang penuh semangat.
“Betul sekali pimpinan. Sudah semestinya
kita segera menuntaskan permasalahan ini, sehingga tidak berlarut-larut. Dan
jika memungkinkan, sebaiknya permasalahan ini dapat dituntaskan saat ini”.
Kawal yang berada disampingnya
mengernyitkan kening mendengar Rodob berkata demikian. Sepertinya ia merasa
kebingungan dan tak tahu apa yang dilakukan.
“Bagaimana kita merangkaikan pecahan
ember ini, dan bagaimana kita merekatkan pecahannya ?”, ucap Kawal kemudian.
Sang pimpinan dengan spontan menjawab
pertanyaan Kawal.
“Kita kumpulkan pecahan ember, kemudian
kita sediakan lem perekat yang kuat sehingga pecahannya dapat kita rangkaikan
kembali seperti semula”.
Semua yang hadir serempak berteriak
setuju atas usul dari pimpinan. Setelah mendapat perintah dari pimpinan, semua
sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sebagian mengumpulkan pecahan ember, dan
sebagian lagi mencari lem perekat seperti yang dimaksud oleh pimpinan.
Pecahan ember serta lem perekat telah terkumpul di hadapan mereka yang
hadir pada kesempatan siang itu. Ocon memandangi satu persatu pecahan ember dan
lem perak dengan raut muka yang Nampak kebingungan. Ia tak tahu apa yang harus
dilakukan terhadap pecahan ember tersebut.
“Kira-kira apa yang harus kita lakukan
sekarang ini pimpinan ?”, tanya Ocon pada pimpinan.
Secara spontan pimpinan memberi jawaban
atas petanyaan Ocon. “Apa lagi selain merangkaikan pecahan ember itu. Sebaiknya
segera kita mulai sekarang juga !”.
Semua yang hadir terdiam. Mereka hanya
saling pandang dengan teman-teman lainnya, tanpa mampu melakukan apapun. Dan
Guyon sang pimpinan tampak kesal dengan sikap mereka yang hanya memandangi
pecahan ember dan lem perekat di hadapannya.
“Mengapa masih terdiam. Apakah kalian
tak mengerti apa yang saya perintahkan?!”.
Mendengar pimpinan kembali memberi
perintah, mereka pun semakin salah tingkah di buatnya. Bukan tak mengerti
dengan perintah pimpinan, tapi mereka benar-benar tak tahu harus melakukan apa.
Akhirnya Rodob memberanikan diri untuk membuka mulut dan mempertanyakan tentang
bagaimana ia harus merangkaikan pecahan ember tersebut. Goyun tampak marah
mendengar penuturan Rodob. Ia pun kembali memberi perintah, namun tanpa memberi
tahukan bagaimana merangkaikan pecahan ember tersebut, karena ia sendiri tidak
tahu apa bagaimana merangkaikannya. Guyon berharap diantara mereka yang hadir
ada yang sanggup merangkaikan pecehan ember tersebut.
Sementara itu seorang bocah yang sejak
kedatangan mereka telah memperhatikan aktivitas di dalam gubuk itu, dengan
suara keras tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perut dengan kedua tangannya.
“Hahahahahahahahahahahaha………”.
Bocah itu terus tertawa. Rupanya tingkah
laku mereka yang berada di gubuk itu telah membuatnya tertawa. Dan secara
serempak, mereka yang berada di gubuk berhamburan keluar mencari arah datangnya
suara. Betapa terkejut dan marahnya mereka ketika melihat seorang bocah tengah
tertawa terbahak-bahak sambil mengarahkan telunjuknya ke gubuk tempat dimana
mereka berkumpul.
“Hey bocah tengik, apa yang kamu
tertawakan ?!”, bentak Kawal dengan suara keras.
Sang bocah mengarahkan pandangan pada
orang yang membentaknya. Bocah itu masih saja tertawa sambil memegangi perut
dengan kedua tangannya. Kontan saja semua yang memperhatikan tingkah si bocah
menjadi geram dibuatnya. Sang pimpinan dengan bertolak pinggang membentak si
bocah dengan amarah yang meluap-luap, karena merasa dirinya telah ditertawakan
bocah itu.
“Hey bocah, berani-beraninya kamu
mentertawakan kami. Dasar bocah tengik, orowodol, bajing luncat, kutu kupret
!”.
Menyadari dirinya dibentak dan
dimaki-maki sedemikian rupa, bocah itu menghentikan tawanya. Dengan sekuat
tenaga ia berlari menjauh dari tempat itu. Sang pimpinan dan beberapa orang
lainnya berusaha mengejar bocah itu sambil tak henti meneriakan makian serta
memerintahkan bocah itu untuk berhenti berlari. Namun bocah itu tak
memperdulikan teriakan-teriakan mereka. Bocah itu terus berlari sebisa yang
dapat ia lakukan untuk menghindari kejaran mereka hingga menghilang di tikungan
jalan. Pada akhirnya mereka pun menghentikan pengejarannya.
Sang bocah terus berlari, lalu berhenti di persimpangan jalan. Tak
lama kemudian ia kembali tertawa ketika mengingat kejadian di gubuk itu.
Seseorang yang entah dari mana datangnya menyapa bocah yang tengah terduduk di
pinggiran jalan sambil tertawa. Sang bocah terhenyak kaget mendapati seseorang
yang secara tiba-tiba telah berada di sampingnya dan menyapa dirinya. Ia pun
menghentikan tawanya.
“Apa yang telah membuatmu tertawa
seperti itu bocah ?”, tanya lelaki itu keheranan.
Si bocah menengadahkan wajahnya menatap
lelaki di sampingnya. Ia terdiam sejenak, kemudian menarik nafas
dalam-dalam.
“Itu, itu disana pak, sesuatu disana itu
pak”, si bocah berucap sambil menunjuk kearah dimana gubuk tempat orang-orang
berkumpul itu berada.
Pak tua yang tak mengerti akan perkataan
si bocah hanya terdiam. Pandangan matanya di tujukan kearah dimana bocah itu
mengarahkan jari telunjuknya. Namun ia taj tahu apa yang di maksud si bocah.
“Ada apa disana itu. Sesuatu apa yang
terjadi disana itu bocah ?”, tanya lelaki tua itu melampiaskan kepenasarannya.
Tak menunggu waktu lama, sang bocah
kemudian memberitahukan apa yang dilihatnya di gubuk itu. Si bocah pun kembali
tertawa sambil memegang perut dengan tangannya. Sambil terbatuk-batuk
lelaki tua menahan tawa setelah mendengar penjelasan sang bocah mengenai
apa yang terjadi di gubuk itu.
“Kini aku mengerti mengapa kamu tetawa
seperti itu. Dan aku pun tahu mengapa mereka kebingungan untuk merangkaikan
pecahan ember tersebut. Yaa, bagaimana mereka mau merangkaikan pecahan ember
sementara bentuk embernya saja mereka tidak tahu seperti apa”, papar lelaki tua
itu.
Sang bocah beranjak dari tempatnya. Di
tatapnya wajah lelaki tua yang terlihat murung.
“Betul pak, tampaknya mereka tidak tahu
seperti apa bentuk embernya”, sahut bocah kecil sambil berlalu dari hadapan
lelaki tua itu.
No comments:
Post a Comment