Tuesday, February 16, 2016

TAK ADA JUDUL

PENULIS : RADEN 
    Ketika itu di sebuah gubuk di lereng bukit bernama Prahara, berkumpullah sekelompok orang. Tampak diantara mereka memperdebatkan suatu permasalahan yang belum juga dapat menemukan titik temu dari permasalahan yang mereka hadapi saat itu.
“Menurut saya lebih baik pecahan itu kita rangkaikan kembali, sehingga kita dapat mempergunakannya semaksimal mungkin, yang pada akhirnya akan dapat memberikan manfaat bagi kita semua”.
Seseorang yang sepertinya pimpinan dari kelompok tersebut dengan semangat menuturkan pendapatnya. Semua yang hadir pada saat itu menganggukan kepala sambil saling pandang dengan yang lainnya.
“Saya setuju dengan apa yang dikatakan pimpinan, bahwa sudah semestinya ember pecah tersebut kita rangkai kembali untuk kepentingan kita ke depan”, respon Ocon terhadap penuturan pimpinan.
Guyon, sang pimpinan tersebut terdiam sejenak. Keningnya berkerut, menandakan ia sedang berpikir mengenai hal-hal yang menurutnya penting untuk disampaikan pada kesempatan itu.
“Sudah saatnya kita memikirkan bagaimana kita menyampaikan hal ini kepada suhu di istana Kerajaan Prahara setelah selesai membahas persoalan ini”.
Dengan sigap Rodob menyambut baik rencana Guyon tersebut dengan penuturannya yang penuh semangat.
“Betul sekali pimpinan. Sudah semestinya kita segera menuntaskan permasalahan ini, sehingga tidak berlarut-larut. Dan jika memungkinkan, sebaiknya permasalahan ini dapat dituntaskan saat ini”.
Kawal yang berada disampingnya mengernyitkan kening mendengar Rodob berkata demikian. Sepertinya ia merasa kebingungan dan tak tahu apa yang dilakukan.
“Bagaimana kita merangkaikan pecahan ember ini, dan bagaimana kita merekatkan pecahannya ?”, ucap Kawal kemudian.
Sang pimpinan dengan spontan menjawab pertanyaan Kawal.
“Kita kumpulkan pecahan ember, kemudian kita sediakan lem perekat yang kuat sehingga pecahannya dapat kita rangkaikan kembali seperti semula”.
Semua yang hadir serempak berteriak setuju atas usul dari pimpinan. Setelah mendapat perintah dari pimpinan, semua sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sebagian mengumpulkan pecahan ember, dan sebagian lagi mencari lem perekat seperti yang dimaksud oleh pimpinan.
   Pecahan ember serta lem perekat telah terkumpul di hadapan mereka yang hadir pada kesempatan siang itu. Ocon memandangi satu persatu pecahan ember dan lem perak dengan raut muka yang Nampak kebingungan. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap pecahan ember tersebut.
“Kira-kira apa yang harus kita lakukan sekarang ini pimpinan ?”, tanya Ocon pada pimpinan.
Secara spontan pimpinan memberi jawaban atas petanyaan Ocon. “Apa lagi selain merangkaikan pecahan ember itu. Sebaiknya segera kita mulai sekarang juga !”.
Semua yang hadir terdiam. Mereka hanya saling pandang dengan teman-teman lainnya, tanpa mampu melakukan apapun. Dan Guyon sang pimpinan tampak kesal dengan sikap mereka yang hanya memandangi pecahan ember dan lem perekat di hadapannya.
“Mengapa masih terdiam. Apakah kalian tak mengerti apa yang saya perintahkan?!”.
Mendengar pimpinan kembali memberi perintah, mereka pun semakin salah tingkah di buatnya. Bukan tak mengerti dengan perintah pimpinan, tapi mereka benar-benar tak tahu harus melakukan apa. Akhirnya Rodob memberanikan diri untuk membuka mulut dan mempertanyakan tentang bagaimana ia harus merangkaikan pecahan ember tersebut. Goyun tampak marah mendengar penuturan Rodob. Ia pun kembali memberi perintah, namun tanpa memberi tahukan bagaimana merangkaikan pecahan ember tersebut, karena ia sendiri tidak tahu apa bagaimana merangkaikannya. Guyon berharap diantara mereka yang hadir ada yang sanggup merangkaikan pecehan ember tersebut.
Sementara itu seorang bocah yang sejak kedatangan mereka telah memperhatikan aktivitas di dalam gubuk itu, dengan suara keras tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perut dengan kedua tangannya.
“Hahahahahahahahahahahaha………”.
Bocah itu terus tertawa. Rupanya tingkah laku mereka yang berada di gubuk itu telah membuatnya tertawa. Dan secara serempak, mereka yang berada di gubuk berhamburan keluar mencari arah datangnya suara. Betapa terkejut dan marahnya mereka ketika melihat seorang bocah tengah tertawa terbahak-bahak sambil mengarahkan telunjuknya ke gubuk tempat dimana mereka berkumpul.
“Hey bocah tengik, apa yang kamu tertawakan ?!”, bentak Kawal dengan suara keras.
Sang bocah mengarahkan pandangan pada orang yang membentaknya. Bocah itu masih saja tertawa sambil memegangi perut dengan kedua tangannya. Kontan saja semua yang memperhatikan tingkah si bocah menjadi geram dibuatnya. Sang pimpinan dengan bertolak pinggang membentak si bocah dengan amarah yang meluap-luap, karena merasa dirinya telah ditertawakan bocah itu.
“Hey bocah, berani-beraninya kamu mentertawakan kami. Dasar bocah tengik, orowodol, bajing luncat, kutu kupret !”.
Menyadari dirinya dibentak dan dimaki-maki sedemikian rupa, bocah itu menghentikan tawanya. Dengan sekuat tenaga ia berlari menjauh dari tempat itu. Sang pimpinan dan beberapa orang lainnya berusaha mengejar bocah itu sambil tak henti meneriakan makian serta memerintahkan bocah itu untuk berhenti berlari. Namun bocah itu tak memperdulikan teriakan-teriakan mereka. Bocah itu terus berlari sebisa yang dapat ia lakukan untuk menghindari kejaran mereka hingga menghilang di tikungan jalan. Pada akhirnya mereka pun menghentikan pengejarannya.
    Sang bocah terus berlari, lalu berhenti di persimpangan jalan. Tak lama kemudian ia kembali tertawa ketika mengingat kejadian di gubuk itu. Seseorang yang entah dari mana datangnya menyapa bocah yang tengah terduduk di pinggiran jalan sambil tertawa. Sang bocah terhenyak kaget mendapati seseorang yang secara tiba-tiba telah berada di sampingnya dan menyapa dirinya. Ia pun menghentikan tawanya.
“Apa yang telah membuatmu tertawa seperti itu bocah ?”, tanya lelaki itu keheranan.
Si bocah menengadahkan wajahnya menatap lelaki di sampingnya. Ia terdiam sejenak,  kemudian menarik nafas dalam-dalam.
“Itu, itu disana pak, sesuatu disana itu pak”, si bocah berucap sambil menunjuk kearah dimana gubuk tempat orang-orang berkumpul itu berada.
Pak tua yang tak mengerti akan perkataan si bocah hanya terdiam. Pandangan matanya di tujukan kearah dimana bocah itu mengarahkan jari telunjuknya. Namun ia taj tahu apa yang di maksud si bocah.
“Ada apa disana itu. Sesuatu apa yang terjadi disana itu bocah ?”, tanya lelaki tua itu melampiaskan kepenasarannya.
Tak menunggu waktu lama, sang bocah kemudian memberitahukan apa yang dilihatnya di gubuk itu. Si bocah pun kembali tertawa sambil memegang perut dengan tangannya. Sambil  terbatuk-batuk lelaki tua menahan tawa  setelah mendengar penjelasan sang bocah mengenai apa yang terjadi di gubuk itu.
“Kini aku mengerti mengapa kamu tetawa seperti itu. Dan aku pun tahu mengapa mereka kebingungan untuk merangkaikan pecahan ember tersebut. Yaa, bagaimana mereka mau merangkaikan pecahan ember sementara bentuk embernya saja mereka tidak tahu seperti apa”, papar lelaki tua itu.
Sang bocah beranjak dari tempatnya. Di tatapnya wajah lelaki tua yang terlihat murung.
“Betul pak, tampaknya mereka tidak tahu seperti apa bentuk embernya”, sahut bocah kecil sambil berlalu dari hadapan lelaki tua itu.


No comments: