Penulis : Boip
Suatu hari di depan gerbang sebuah terminal, dengan riangnya lelaki kecil bermain. Sambil bermain ia pun mengalunkan sebuah lagu yang mungkin sudah tak asing lagi ditelinga banyak orang. “Bintang kecil dilangit yang biru, amat banyak menghias angkasa, aku ingin….”. Nyanyian lelaki kecil ini terhenti tiba-tiba. Ia terheran-heran menatap seseorang dalam kerumunan yang dengan berang membentaknya. “Jangan pernah bermimpi untuk berharap terbang keangkasa. Sudah, sebaiknya kau pergi saja dari sini, cari tempat lain untuk kau bermimpi !”. Orang itu menganggat tangan dan mengacungkan telunjuknya, sementara lelaki kecil ini hanya terdiam. Wajahnya tertunduk layu, tak bergairah. Di ayunkan kakinya pergi menjauh, sejauh ia bisa pergi untuk melupakan apa yang baru saja terjadi.
Malam semakin larut, seiring waktu yang bergulir tanpa henti. Angin bertiup, dan nafasnya menghempaskan daun-daun kering yang berserakan di bawah pohon pinggiran jalan setapak, tempat orang berlalu lalang. Sementara itu di seberang jalan, sungai bergemericik bagai nyanyian hujan ketika senja datang menyapa selamat malam.
Selepas isya, di depan pelataran rumah mewah, lelaki kecil berdiri memandang parade kaki lima yang tak jauh dari tempat ia berdiri. Dipetiknya senar-senar gitar perlahan, dan ia pun bernyanyi. “Ambilkan bulan bu, ambilkan bulan bu, yang slalu bersinar di…”.
Tiba-tiba seseorang menghampiri dan menghentikan nyanyian bocah kecil tersebut. Dengan kedua tangan dipinggang, orang tersebut membentaknya. “Berisik !!. Teriak-teriak seenaknya. Mending kalau suaramu bagus, sana ambil sendiri. Enak saja nyuruh-nyuruh orang sembarangan, memangnya kamu ini siapa ?!”.
Tiba-tiba seseorang menghampiri dan menghentikan nyanyian bocah kecil tersebut. Dengan kedua tangan dipinggang, orang tersebut membentaknya. “Berisik !!. Teriak-teriak seenaknya. Mending kalau suaramu bagus, sana ambil sendiri. Enak saja nyuruh-nyuruh orang sembarangan, memangnya kamu ini siapa ?!”.
Lelaki kecil ini diam terpaku. Matanya sekilas menatap orang yang memakinya, dan kemudian dengan nada lirih ia berucap. “Aku bukan siapa-siapa. Maaf seandainya telah mengganggu ketenangan waktu anda”. Suasana hening sejenak, binatang malam pun terdiam menyaksikan adegan tersebut. Lelaki kecil ini tertunduk, diam tanpa kata. Hanya keheningan dan kebisuan membungkus suasana malam itu. Orang dihadapan lelaki kecil kembali berkata memecah kesunyian. “Nah sudah begitu, diam !”.


“Aku seorang kapiten, mempunyai pedang panjang kalau ber….”.
Nyanyiannya terhenti seketika, manakala seseorang dengan jari telunjuk tepat di depan hidung mengobral kata, mencaci makinya dengan keras.
“Dasar anak tak tahu diri. Badan kurus kerempeng, hidung ingusan, ngaku-ngaku seorang kapiten. Coba ngaca dulu sableng, pantes ng’gak?!”.

“Naik kereta api tut tut tut, siapa hendak turut, ke Bandung Sura….”. Dan lagi-lagi seseorang berusaha keras menghentikan langkah kaki dan nyanyian lelaki kecil ini, manakala suaranya yang lantang mengahantam gendang telinga, bahkan mungkin menggores hatinya.
“Hei goblok, apa yang bercokol di otakmu?! Kamu pikir kereta milik nenek moyangmu, yang dengan seenaknya bisa kamu naiki dengan cuma-cuma?!”.

Yang menerima pertanyaan tampak agak keheranan, namun sebentar kemudian ia tersenyum. Ia pun menjawab dengan tegas. “Sudah. Kita sudah merdeka !”. Setelah mendapat jawaban, lelaki kecil pun berpamitan untuk pergi. Orang tersebut berjalan mengikuti lelaki kecil ini. Dengan langkah pasti lelaki kecil berjalan menuju terminal. Orang tersebut berjalan mengantarkan si lelaki kecil ini sampai di depan pintu gerbang terminal. Dengan perasaan riang tak terhingga lelaki kecil berjalan memasuki terminal seraya bernyanyi lagu Indonesia Raya, buah karya WR. Supratman.
Diperbaharui pada tanggal 10 Nopember 2009, Judul Asli : Cerita Anak Indonesia, Penulis : Iip Saripudin.
Dibarukan kembali pada tanggal 04 Januari 2016, dengan Judul Aku Hanya Ingin Bernyanyi, Penulis : Boip
Download file
Download file
No comments:
Post a Comment